Suatu cerita kisah inspirasi tentang suami yang malas mencari nafkah kepada Istri dan buah hatinya semoga menjadikan mereka-mereka inspirasi.
Suryosy, bukan nama sebenarnya, merupakan seorang karyawan di perusahan percetakan di
daerah Surabaya. Gajinya jauh dari makna cukup jika takarannya jumlah. Namun, dia tidak
memiliki banyak pilihan untuk berpindah kerja, mengingat ijazah formalnya yang hanya
setingkat sekolah menengah atas.
Kebutuhannya semakin banyak ketika dia memutuskan untuk menikah. Awal-awal pernikahan,
keduanya cukup dengan jumlah penghasilan yang sedikit. Tapi kondisi benar-benar berbeda
setelah lahir anak pertama. Pengeluaran makin tidak bisa terbendung sampai anak ketiganya
lahir.
Beruntungnya, dia mendapatkan dukungan penuh dari istrinya. Seorang wanita shalihah yang
percaya penuh dengan kepemimpinan suaminya. Hingga dalam sebuah musyawarah penuh hangat
nan romantis, keduanya sepakat untuk membuka warung makan angkringan dengan tagline
halalan thayyiban.
Sang istri mempersiapkan segalanya di siang hari sembari menunggu suaminya pulang
bekerja. Setelah sampai rumah, sang suami segera mempersiapkan barang dagangan yang
digelar tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Diriwayatkan dari sumber yang terpercaya, hasil berjualan ini di luar dugaan. Melimpah.
Insya Allah berkah. “Jumlahnya tiga kali lipat jika dibanding gaji di perusahaan tempat
bekerja.”
Para suami hendaknya menjadikan kisah nyata ini sebagai rujukan. Mulailah dengan mengubah
paradigma bahwa bekerja adalah salah satu ibadah. Hukumnya wajib untuk memenuhi nafkah
bagi istri dan anak-anak. Di tahap ini, urusan seorang laki-laki hanya berusaha sebagai
wujud ibadah. Tak lebih dari itu.
Selanjutnya, tanamkan di dalam nurani, jangan sampai merasa memenuhi kebutuhan istri dan
anak-anak atau memberi makan kepada mereka. Sebab hakikatnya, Allah Ta’ala yang menjamin
rezeki bagi seluruh hamba-Nya. Manusia hanya dijadikan perantara dan itu tidak harus dari
orang terdekat.
Setelah bekerja, kewajiban telah ditunaikan. Barulah berpikir tentang kualitas ibadah
yang seharusnya, agar ibadah kita diterima dan memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari.
Jika pemahaman tauhid seperti ini sudah terbentuk, hasil tak pernah menjadi permasalahan.
Sebab manusia tidak punya wilayah dalam menentukan hasil. Hasil adalah kekuasaan Allah
Ta’ala. Dia berkehendak untuk memberikan kepada siapa yang dikehendaki dan Berkehendak
pula untuk menahan dari siapa yang dikehendaki.
Maka kepada siapa pun yang merasa laki-laki, apalagi telah mengambil amanah sebagai suami, jangan bermalas diri. Bergegaslah menyambut karunia Allah Ta’ala yang lebih luas dari langit bumi dan apa yang ada di antara keduanya.
Maka dari itu jika anda seorang Istri yang mencintai suaminya wajib MEMBAGIKAN berita ini agar mereka merasakan teguran ini.
Sumber : Kartinishare.com
Suryosy, bukan nama sebenarnya, merupakan seorang karyawan di perusahan percetakan di
daerah Surabaya. Gajinya jauh dari makna cukup jika takarannya jumlah. Namun, dia tidak
memiliki banyak pilihan untuk berpindah kerja, mengingat ijazah formalnya yang hanya
setingkat sekolah menengah atas.
Kebutuhannya semakin banyak ketika dia memutuskan untuk menikah. Awal-awal pernikahan,
keduanya cukup dengan jumlah penghasilan yang sedikit. Tapi kondisi benar-benar berbeda
setelah lahir anak pertama. Pengeluaran makin tidak bisa terbendung sampai anak ketiganya
lahir.
Beruntungnya, dia mendapatkan dukungan penuh dari istrinya. Seorang wanita shalihah yang
percaya penuh dengan kepemimpinan suaminya. Hingga dalam sebuah musyawarah penuh hangat
nan romantis, keduanya sepakat untuk membuka warung makan angkringan dengan tagline
halalan thayyiban.
Sang istri mempersiapkan segalanya di siang hari sembari menunggu suaminya pulang
bekerja. Setelah sampai rumah, sang suami segera mempersiapkan barang dagangan yang
digelar tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Diriwayatkan dari sumber yang terpercaya, hasil berjualan ini di luar dugaan. Melimpah.
Insya Allah berkah. “Jumlahnya tiga kali lipat jika dibanding gaji di perusahaan tempat
bekerja.”
Para suami hendaknya menjadikan kisah nyata ini sebagai rujukan. Mulailah dengan mengubah
paradigma bahwa bekerja adalah salah satu ibadah. Hukumnya wajib untuk memenuhi nafkah
bagi istri dan anak-anak. Di tahap ini, urusan seorang laki-laki hanya berusaha sebagai
wujud ibadah. Tak lebih dari itu.
Selanjutnya, tanamkan di dalam nurani, jangan sampai merasa memenuhi kebutuhan istri dan
anak-anak atau memberi makan kepada mereka. Sebab hakikatnya, Allah Ta’ala yang menjamin
rezeki bagi seluruh hamba-Nya. Manusia hanya dijadikan perantara dan itu tidak harus dari
orang terdekat.
Setelah bekerja, kewajiban telah ditunaikan. Barulah berpikir tentang kualitas ibadah
yang seharusnya, agar ibadah kita diterima dan memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari.
Jika pemahaman tauhid seperti ini sudah terbentuk, hasil tak pernah menjadi permasalahan.
Sebab manusia tidak punya wilayah dalam menentukan hasil. Hasil adalah kekuasaan Allah
Ta’ala. Dia berkehendak untuk memberikan kepada siapa yang dikehendaki dan Berkehendak
pula untuk menahan dari siapa yang dikehendaki.
Maka kepada siapa pun yang merasa laki-laki, apalagi telah mengambil amanah sebagai suami, jangan bermalas diri. Bergegaslah menyambut karunia Allah Ta’ala yang lebih luas dari langit bumi dan apa yang ada di antara keduanya.
Maka dari itu jika anda seorang Istri yang mencintai suaminya wajib MEMBAGIKAN berita ini agar mereka merasakan teguran ini.
Sumber : Kartinishare.com